PENGUKURAN DAN PENGAMATAN OSEANOGRAFI
LAPORAN KEGIATAN
OLEH
SURYANINGRAT
ANA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Oseanogarfi merupakan ilmu yang mempelajari tentang
lautan. Oseanografi merupakan ilmu yang memadukan ilmu-ilmu lain, seperti ilmu fisika
(physics) yang mempelajari
masalah-masalah fisis laut seperti arus, gelombang, pasang surut dan temperatur
air laut, kimia (chemistry), yang
mempelajari masalah-masalah kimiawi di laut, dan yang terakhir. Saat ini
oseanografi merupakan suatu sumber penelitian yang aktif dan berkembang yang
menyebardi seluruh dunia (Hutabarat dan Evans,1985).
Oseanografi diartikan secara
sederhana sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang lautan dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Oseanografi ini merupakan ilmu perpaduan dari bermacam-macam
ilmu dasar seperti ilmu tanah (geologi), ilmu bumi (geografi), dan ilmu iklim
(Hutabarat dan Evans ,2000). Banyak faktor yang mempengaruhi kehidupan di laut
seperti fisik, kimia dan biologi (Romimohtarto 2001). Parameter fisik
oseanografi meliputi kemiringan pantai, pasang surut, kecepatan angin, arah
angin, gelombang, suhu air dan suhu udara. Parameter kimia yang diamati
meiliputi DO, CO2, alkalinitas, salinitas, pH dan kecerahan.
Parameter biologi yang diamatai adalah densitas plankton, diversitas plankton
dan larva ikan. Arus yang terjadi diperairan Indonesia selama Muson Tenggara
umumnya lebih kuat dari pada di Muson Barat Laut. (Wyrtki, 1961). Pergantian
musim mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap kondisi hidrologi perairan
(Schalk,1987). Suhu perairan Indonesia pada dasarnya berkisar antara 25 – 30oC
dan akan menurun satu atau dua derajat dengan kedalamannya meningkat hingga 80
db (Tomascik et al. 1997).
Teluk
Tomini merupakan perairan teluk terluas di Indonesia serta memiliki keanekaragaman
hayati yang sangat tinggi. Pentingnya ekspedisi ini adalah untuk melihat
sejauh mana potensi Teluk Tomini dan nantinya akan dikembangkan untuk
kesejahteraan masyarakat. Karena, kemiskinan masyarakat banyak terdapat di
pesisir-pesisir. Untuk itulah, pengelolaan perikanan dan kelautan harus
diselamatkan. Setidaknya ekspedisi ini bukan hanya untuk penelitian
tetapi juga pengembangan wilayah minimal untuk kawasan Wallacea, sehingga
nantinya bisa dilakukan pengelolaan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Kawasan
laut di Provinsi Gorontalo, terutama di Teluk Gorontalo atau Teluk Tomini,
menyimpan banyak potensi alam karena merupakan satu teluk yang dilalui garis
khatulistiwa. Perikanan dan kelautan merupakan sector unggulan bagi Provinsi
Gorontalo yang memiliki garis pantai yang cukup panjang. Garis pantai wilayah
Utara dan Selatan masing-masing memiliki panjang sekitar 270 kilometer dan 320
kilometer. Potensi sumber daya perikanan di Provinsi Gorontalo berada di tiga
perairan, yakni Teluk Tomini (Teluk Gorontalo), Laut Sulawesi, dan Zona Ekonomi
Ekslusif (ZEE) Laut Sulawesi. Tetapi, tingkat pemanfaatan perikanan tangkap
baru 24,05% atau 19.771 ton per tahun.
Desa
Olimoo’o adalah salah satu desa yang berada di Batudaa Pantai yang berbatasan
langsung dengan perairan laut Teluk Tomini. Pada Tahun 2008 Desa Olimoo’o
diusulkan jadi desa Model Pesisir dalam rangka Launching Desa-desa Model oleh Bapak Presiden Republik Indonesia di
Provinsi Kalimantan Tengah pada Bulan Februari 2008, sesuai Surat Kementerian
Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia Nomor
:B.006/M-PDT/I/2008 Tanggal 21 Januari 2008 (Profil Desa Olimoo’o, 2004 dalam Umar, 2014).
Batas
wilayah Desa Olimoo’o secara administrasi adalah sebelah Utara berbatasan dengan Desa Ambara Kecamatan
Bongomeme, sedangkan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lamu Kecamatan
Batudaa Pantai, sebelah Selatan berbatasan dengan perairan Teluk Tomini dan
sebelah Barat Desa Olimoo’o berbatasan dengan Desa Biluhu Tengah, Kecamatan
Biluhu.
Desa
Olimoo’o terbagi menjadi 3 (tiga) dusun yaitu Dusun Tanggi, Dusun Bilato, dan
Dusun Tamendao. Jumlah penduduk Desa Olimoo’o adalah sebanyak 737 jiwa dengan
kepala keluarga sebanyak 181 KK. Desa Olimoo’o salah satu desa dari 7 desa yang
ada di Kecamatan Batudaa Pantai dengan letak geografisnya : N = 00’ 29’
367” ( L.U ), E = 122’ 52’
810’’ ( B.T ) dengan luas 1350 Ha
(Profil Desa Olimoo’o, 2004 dalam Umar,
2014).
Karakteristik
pantai Desa Olimoo’o berbeda dengan desa lainnya yang berada di Kecamatan
Batudaa Pantai, dimana tipe pantai desa Olimoo’o berbatu, sedangkan desa-desa
lainnya memiliki pantai berpasir dan bersih, sehingga dijadikan sebagai tempat
wisata pantai oleh masyarakat.
1.2
Tujuan
Tujuan dari praktikum oseanografi adalah untuk melakukan
pengukuran dan pengamatan oseanografi di perairan teluk Tomini khususnya di
Dusun Tamendao, Desa Olimoo’o, Kecamatan Batudaa Pantai, Kabupaten Gorontalo.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini
adalah agar mahasiswa dapat memahami secara baik teknik pengukuran dan kondisi
perairan, dan dapat mengetahui beberapa faktor fisik, kimia suatu perairan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Tipe Pantai
Pantai merupakan suatu wilayah yang
dimulai dari titik terendah air laut pada waktu surut hingga arah ke daratan
sampai batas paling jauh gelombang atau ombak menjulur ke daratan yang ditandai
dengan garis pantai. Garis pantai (shore line) merupakan tempat pertemuan
antara air laut dan daratan. Garis pantai ini setiap saat berubah-ubah sesuai
dengan perubahan pasang surut air laut (Mahfudz , 2012 dalam Armos, 2013).
Umumnya morfologi dan tipe pantai
sangat ditentukan oleh intensitas, frekuensi dan kekuatan energi yang menerpa
pantai tersebut. Daerah yang berenergi rendah, biasanya landai, bersedimen
pasir halus atau lumpur, sedangkan yang terkena energi berkekuatan tinggi
biasanya terjal, berbatu atau berpasir kasar (Soegiarto, 1993 dalam Armos, 2013).
Tipe pantai dapat dilihat dari jenis
substart atau sedimen yang didukung dengan pengamatan secara visual. Dalam
Pedoman Perencanaan Bangunan Pengaman Pantai Indonesia, di Indonesia sendiri
diidentifikasikan ada tigajenis utama tipe pantai yang dapat dibedakan berdasarkan
substrat atau sedimen, sebagai berikut:
Pantai
berpasir; terdapat di sepanjang garis pantai yang berbatasan langsung dengan
Samudra Hindia dan bentangan pantai Sulawesi dan Maluku di Laut Banda, dominan
dengan kondisi daerah pantai (foreshore) lebih terjal dan lebih dalam. Banyak
terdapat pinggiran pantai berkarang.
1. Pantai
berpasir merupakan pantai yang didominasi oleh hamparan atau dataran pasir,
baik yang berupa pasir hitam, abu-abu atau putih. Selain itu terdapat
lembah-lembah diantara beting pasir. Jenis tanah dipantai adalah typic
tropopsamment dan typic tropofluvent. Pantai berpasir tidak menyediakan
substrat tetap untuk melekat bagi organisme, karena aksi gelombang secara terus
menerus menggerakan partikel substrat (Sugiarto dan Ekariyono, 1996 dalam Armos, 2013).
2.
Pantai berlumpur; terdapat di
sepanjang garis pantai yang berbatasan dengan lautan dangkal pada beting Sunda
dan beting Sahul, terlindung dari serangan gelombang besar dan karenanya
didominasi oleh pasut dan sungai, kondisi pantai (foreshore) sangat landai dan
datar dan terdapat delta-delta di beberapa kawasan pantai.
3.
Pantai berkarang; di kawasan pantai
ini terdapat semenanjung dan dinding tebing pantai yang terselingi antara
pantai berlumpur dan berpasir.
2.2 Gelombang
Gelombang di laut dapat
dibedakan menjadi beberapa macam yang tergantung pada gaya pembangkitnya.
Gelombang tersebut adalah gelombang angin (gelombang yang dibangkitkan oleh
tiupan angin), gelombang pasang surut adalah gelombang yang dibangkitkan oleh
gaya tarik benda-benda langit terutama gaya tarik matahari dan bulan terhadap
bumi), gelombang tsunami (gelombang yang terjadi akibat letusan gunung berapi
atau gempa didasar laut), gelombang kecil (misalkan gelombang yang dibangkitkan
oleh kapal yang bergerak), dan sebagainya (Triatmodjo, 1999 dalam Nadia, et al 2013).
Gelombang terjadi akibat adanya gaya-gaya alam yang
bekerja di laut seperti tekanan atau tegangan dari atmosfir (khususnya melalui
angin), gempa bumi, gaya gravitasi bumi dan benda-benda angkasa (bulan dan
matahari), gaya coriolis (akibat rotasi bumi), dan tegangan permukaan
(Triatmadja, 2004 dalam Darmiati,
2013).
Pada umumnya gelombang terjadi karena hembusan angin
di permukaan air laut. Daerah di mana gelombang itu dibentuk disebut daerah
pembangkitan gelombang (wave generating area). Gelombang yang terjadi di
daerah pembangkitan disebut sea, sedangkan gelombang yang terbentuk di
luar daerah pembangkitan disebut swell. Ketika gelombang menjalar,
partikel air di permukaan bergerak dalam suatu lingkaran besar membentuk puncak
gelombang pada puncak lingkarannya dan lembah pada lintasan terendah. Di bawah
permukaan, air bergerak dalam lingkaran-lingkaran yang makin kecil. Saat
gelombang mendekati pantai, bagian bawah gelombang akan mulai bergesekan dengan
dasar laut yang menyebabkan pecahnya gelombang dan terjadi putaran pada dasar
laut yang dapat membawa material dari dasar pantai serta menyebabkan perubahan
profil pantai (Triatmodjo, 1999 dalam Darmiati,
2013).
2.3 Arus
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang
dapat disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan dalam densitas air
laut atau pula disebabkan oleh gerakan bergelombang panjang. Arus yang
disebabkan oleh pasang surut biasanya lebih banyak diamati di perairan pantai
terutama pada selat-selat yang sempit dengan kisaran pasang surut yang tinggi.
Di laut yang terbuka, arah dan kekuatan arus di lapisan permukaan sangat banyak
ditentukan oleh angin (Nontji, 1987 dalam
Nadia, et al, 2013).
Menurut (Bernawis, 2000 dalam Nadia et al, 2013),
faktor pembangkit arus permukaan disebabkan oleh adanya angin yang bertiup di
atasnya. Tenaga angin memberikan pengaruh terhadap arus permukaan (atas)
sekitar 2% dari kecepatan angin itu sendiri. Kecepatan arus ini akan berkurang
sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan sampai pada akhirnya angin
tidak berpengaruh pada kedalaman 200. Ketika angin berhembus di laut, energi
yang ditransfer dari angin ke batas permukaan, sebagian energi ini digunakan
dalam pembentukan gelombang gravitasi permukaan, yang memberikan pergerakan air
dari yang kecil ke arah perambatan gelombang sehingga terbentuklah arus di
laut. Semakin cepat kecepatan angin, semakin besar gaya gesekan yang bekerja
pada permukaan laut, dan semakin besar arus permukaan. Dalam proses gesekan
antara angin denganbpermukaan laut dapat menghasilkan gerakan air yaitu
pergerakan air laminar dan pergerakan air turbulen (Supangat, 2003 dalam Nadia, et al 2013).
2.4 Suhu
Suhu erat kaitannya dengan cahaya.
Pemanasan yang terjadi di permukaan laut yang terjadi pada siang hari tidak
seluruhnya dapat diabsorbsi oleh air laut karena adanya awan dan posisi
lintang. Energy akan cukup banyak diserap ketika matahari berada di atas
ketinggian di langit dan berkurang ketika dekat dengan horizon. Posisi matahari
di daerah tropic dan subtropik yang selalu berada di atas horizon sepanjang
musim menjadikan daerah ini lebih hangat dibandingkan umumnya di daerah kutub
(Widodo dan Suadi, 2006 dalam Armita,
2011).
Dahuri, dkk (2001), dalam (Armita, 2011) menyatakan bahwa di
perairan nusantara kita suhu air laut umumnya berkisar antara 28-38 oC.
Suhu permukaan laut (SPL), Indonesia secara umum berkisar antara 26-19 oC
karena perairan Indonesia dipengaruhi oleh angin musim, maka sebarab SPL-nya
pun mengikuti perubahan musim. Suhu di laut adalah factor yang amat penting
bagi kehidupan orgaisme (Nybakken, 2000 dalam
Armita, 2011). Selanjutnya ditambahkan (Romimohtarto, 2001 dalam Armita D, 2011) bahwa suhu
merupakan factor fisik yang sangat penting di laut, perubahan suhu dapat member
pengaruh besar kepada sifat-sifat air laut lainnya dan kepada biota laut.
Suhu mempengaruhi daya larut gas-gas
yang diperlukan untuk fotosintesis seperti CO2 dan O2, gas-gas ini mudah
terlarut pada suhu rendah dari pada suhu tinggi akibatnya kecepatan
fotosintesis ditingkatkan oleh suhu rendah. Panas yang diterima permukaan laut
dari sinar matahari menyebabkan suhu di permukaan perairan bervariasi
berdasarkan waktu. Perubahan suhu ini dapat terjadi secara harian, musiman, tahunan
atau dalam jangka waktu panjang (Romimohtarto, 2001 dalam Armita, 2011).
2.5 Pasang Surut
Fenomena pasang surut
diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya
tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di
bumi. Sedangkan menurut (Dronkers 1964
dalam Nadia et al 2013), pasang
surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut
secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik
menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan.
Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau
ukurannya lebih kecil (Pariwono, 1989 dalam
Nadia et al, 2013).
Pasang surut adalah proses naik turunnya paras laut
(sea level) secara berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik dari
benda-benda angkasa, terutama matahari dan bulan, terhadap massa air laut di
bumi. Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena
jaraknya jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih
besar daripada pengaruh gaya tarik matahari. Gaya tarik bulan yang mempengaruhi
pasang surut adalah 2,2 kali lebih besar daripada gaya tarik matahari. Fenomena
ini memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan lautan, sehingga
menyebabkan kondisi fisik perairan yang berbeda-beda (Ali et al., 1994 dalam Darmiati, 2013).
Pasang surut adalah
fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di langit,
terutama matahari dan bulan terhadap masa air laut di bumi (Triatmodjo, 1999 dalam Darmiati, 2013).
Secara
umum pasang surut di berbagai daerah perairan Indonesia dapat dibedakan dalam
empat tipe yakni (Triatmodjo 1999 dalam Darmiati,
2013) :
1. Pasang
surut harian ganda (semi diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua
kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara
berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24
menit. Pasut jenis ini terdapat di Selat Malaka sampai Laut Andaman.
2. Pasang
surut harian tunggal (diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan
satu kali air surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasut jenis
ini terdapat di perairan selat Karimata.
3. Pasang
surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semi diurnal)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua
kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda. Pasut jenis ini terdapat
di perairan Indonesia bagian Timur.
4. Pasang
surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal)
Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air
pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang
sangat berbeda. Pasut jenis ini terdapat di perairan utara Dangkalan Sunda.
2.6 Angin
Angin merupakan salah satu unsur iklim yang
mempunyai peranan penting dalam interaksi antara laut dan atmsofer sehingga
mendapat perhatian tidak hanya dalam penelitian meteorologi saja tetapi juga
dalam penelitian kelautan. Bagi dinamika perairan laut terutama di lapisan
permukaan angin merupakan sumber energi utama. Transfer energi dari angin
permukaan ke laut akan menyebabkan terjadinya gelombang laut dan arus permukaan
laut. Selain sebagai pembangkit gelombang laut dan arus permukaan laut, angin
dapat menyebabkan terjadinya proses upwelling. Upwelling adalah
proses naiknya massa air dari lapisan bawah ke lapisan permukaan (Martono,
2009).
Pada prinsipnya angin atau aliran udara bergerak
dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah. Angin
adalah pergerakan udara pada arah horisontal atau hampir horisontal, sedangkan
aliran udara adalah pergerakan udara arah vertikal. Angin diberi nama
berdasarkan dari mana arah angin itu bertiup. Udara yang bergerak dekat
permukaan bumi yang tidak tetap kecepatan dan arahnya dinamai turbulensi.
Terjadinya turbulensi disebabkan oleh gesekan udara dengan permukaan. Gesekan
ini sangat dipengaruhi oleh kekasaran permukaan, lebih kasar permukaan bumi
lebih besar pula turbulensi. Turbulensi kecil terjadi pada permukaan laut oleh
karena kecilnya gesekan (Ashuri, 2009)
2.7 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman atau kadar ion H
dalam air merupakan salah satu faktor kimia yang sangat berpengaruh terhadap
kehidupan organisme yang hidup di suatu lingkungan perairan. Tinggi atau
rendahnya nilai pH air tergantung dalam beberapa faktor yaitu : kondisi gas-gas
dalam air seperti CO2, konsentrasi garam-garam karbonat dan bikarbonat, proses
dekomposisi bahan organic di dasar perairan (Sutika, 1989 dalam Armita, 2011).
Derajat keasaman merupakan faktor
lingkungan kimia air yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan rumput
laut. Menurut pendapat (Soesono, 1988 dalam
Armita, 2011) bahwa pengaruh bagi organisme sangat besar dan penting, kisaran
pH yang kurang dari 6,5 akan menekan laju pertumbuhan bahkan tingkat
keasamannya dapat mematikan dan tidak ada laju reproduksi sedangkan pH 6,5 –9
merupakan kisaran optimal dalam suatu perairan.
BAB
III
METODELOGI
PRAKTIKUM
3.1
Waktu
dan Tempat
Praktikum oseanografi
dilaksanakan pada hari senin tanggal 01 juni 2015, pukul 18.00 WITA sampai
dengan hari selasa tanggal 2 juni 2015. Bertempat di Dusun Tamendao, Desa Olimoo’o
Kecamatan Batudaa Pantai, Kabupaten Gorontalo.
3.2
Alat
dan Bahan
Alat dan bahan yang
digunakan pada praktikum oseanografi dapat dilihat pada tabel 1 dan 2:
Tabel 1. Alat yang digunakan pada
praktikum sebagai berikut:
No
|
Alat
|
Fungsi
|
1
|
Tongkat
Skala
|
Mengukur
tinggi gelombang dan pasang surut
|
2
|
Kertas
Lakmus
|
Mengukur
pH air laut
|
3
|
Thermometer
|
Mengukur
suhu air
|
4
|
Stopwach/Handphone
|
Menghitung
waktu dalam pengukuran arus
|
Tabel 2. Bahan yang
digunakan pada praktikum sebagai berikut:
No
|
Bahan
|
Fungsi
|
1
|
Air
Laut
|
Sebagai
objek penelitian dan pengukuran parameter kualitas air
|
2
|
Botol
bekas air mineral (600 ml)
|
Untuk
mengukur arus laut
|
3
|
Tali
raffia (1 m)
|
Sebagai
penghubung antara patok/tongkat skala dengan botol bekas air mineral
|
4
|
Alat
tulis menulis
|
Untuk
mencatat data/hasil yang diperoleh
|
3.3
Prosedur
Kerja
Prosedur kerja pada
praktikum oseanografi sebagai berikut:
3.3.1
Parameter
Fisika
a.
Pengukuran
Suhu
1. Mencelupkan
Thermometer diperairan tepat dimana tongkat skala ditancapkan, kemudian biarkan
selama beberapa menit.
2. Mengamati
skala yang ditunjukan oleh alat ini. Penunjukkan skala menunjukkan suhu air
laut pada saat itu.
3. Mencatat
hasil yang diperoleh
4. Membersihkan
thermometer dengan menggunakan aquades
b.
Gelombang
1. Menancapkan
tongkat skala dalam air
2. Mengukur
selisih antara puncak dengan lembah gelombang (sebagai tinggi gelombang)
3. Mencatat
hasil pengamatan
4.
Pengukuran
Kecepatan Arus
1. Menghubungkan
tongkat skala dengan botol air mineral yang diisi sedikit air dengan
menggunakan tali raffia
2. Meletakkan
botol air mineral tepat berdekatan dengan tongkat skala bersamaan dengan
dimulainya stopwach
3. Setelah
dilepas botolnya tunggu hingga tali merenggang bersamaan dengan dihentikannya
stopwach
4. Mencatat
hasil yang diperoleh
5.
Pasang
Surut
1. Mengamati
ukuran tinggi rendahnya air laut dengan melihat tongkat skala
3.3.2
Parameter
Kimia
a.
Pengukuran
pH Air Laut
1. Mencelupkan
pH meter atau kertas lakmus kedalam perairan selama beberapa menit
2. Tunggu
hingga pH meter menunjukkan angka stabil atau kertas lakmus berubah warna.
3. Mencocokkan
warna kertas lakmus yang telah dicelupkan tadi dengan s warna yang terdapat
pada sampul kertas lakmus
4. Kemudian
mencatat hasilnya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Dari hasil pengamatan dan
pengukuran parameter oseanografi di perairan Desa Olimoo’o di dapat dilihat pada tabel 3:
Tabel
3. Hasil pengamatan parameter oseanogafi
4.2
Pembahasan
4.2.1
Tinggi
Gelombang
Dari hasil pengamatan pengukuran tinggi gelombang diperoleh gelombang tertinggi 165 cm yang terjadi pada pukul 04.00 Wita, dan gelombang terendah 26 cm terjadi pada pukul 21.00 Wita.
4.2.2
Kecepatan
Arus
4.2.3
Suhu
Berdasarkan hasil
pengamatan pada praktikum oseanografi pengukuran suhu tiap 1 jam sekali
diperoleh hasil bahwa suhu air laut saat pengukuran pertama pada pukul 16.00
WITA adalah 270 C, suhu tertinggi saat pengukuran yaitu pada pukul
12.00 WITA yaitu sekitar 330 C dan suhu terendah pada pukul 19.00
WITA yaitu sekitar 260 C, hal ini menunjukkan kisaran suhu perairan
di Desa Olimoo’o tersebut normal.
Di perairan
tropis perbedaan/variasi suhu air laut sepanjang tahun tidak besar. Suhu di
lautan kemungkinan berkisar antara -1.87°C (titik beku air laut) di daerah
kutub sampai maksimum sekitar 42°C di daerah perairan dangkal (Hutabarat dan
Evans, 1986). Suhu permukaan laut Nusantara berkisar antara 27° dan 32°C.
Kisaran suhu ini adalah normal untuk kehidupan biota laut di perairan
Indonesia.
Dari hasil pengamatan
selama di lokasi praktikum terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Data
pengamatan pengukuran pasang surut diperoleh pasang tertinggi 145 cm terjadi
pada pukul 04.00 Wita, dan surut terendah 24 cm pada pukul 21.00 Wita.
Gambar
Hasil pengamatan pasang surut air laut
Secara umum pasang surut di berbagai daerah perairan
Indonesia dapat dibedakan dalam empat tipe yakni (Triatmodjo 1999 dalam Darmiati, 2013), Pasang surut
harian ganda (semi diurnal tide) yaitu dalam satu hari terjadi dua kali
air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang
surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata
adalah 12 jam 24 menit, Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) yaitu
dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode
pasang surut adalah 24 jam 50 menit, pasang surut campuran condong ke harian
ganda (mixed tide prevailing semi diurnal). dalam satu hari
terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan
periodenya berbeda, pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed
tide prevailing diurnal), pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu
kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara
waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang
sangat berbeda.
4.2.5
Derajat Keasaman (pH)
Dari hasil praktikum
oseanografi tentang pengukuran pH diperoleh bahwa perairan laut di Desa
Olimoo’o berkisar antara 6-7, ini berarti peariran dilokasi tersebut normal.
Berdasarkan hasil yang
diperoleh selama di lokasi praktikum didapatkan data hasil pengukuran sebagai
berikut:
Gambar pengukuran
kisaran pH
Nilai pH dari hasil
pengamatan ini masih sesuai denga pH yang umum yang dijumpai diperairan laut.
Menurut Salim (1986) pH diperairan laut yang normal berkisar antara 8,0-8,5 dan
antara 7,0-8,5 . (Odum, 1971) untuk perairan Indonesia pH laut permukaan
berkisar antara 6,0-8,5.
4.2.6
Arah
Mata angin
Untuk memanfaatkan arah angin perlu di ketahui
kecepatan dan arah angin melalui suatu pengukuran. Dari kebanyakan data yang di
amati arah mata angin yaitu Barat dan
Barat Laut.
4.2.7
Tipe
Pantai dan Substrat
Dari data hasil
praktikum oseanografi tentang tipe pantai dan substrat diperoleh bahwa tipe
pantai dan substrat di sekitar perairan laut di Desa Olimoo’o yaitu tipe pantai Gravely beach (pantai
berbatu).
BAB
V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
pengamatan dan pengukuran oseanografi di perairan Teluk Tomini Desa Olimoo’o
Kecamatan Batudaa Pantai dapat disimpulkan bahwa tipe pantai di lokasi
praktikum yaitu pantai berbatu (Grafely
beach), pasang surut terjadi 2 kali pasang 2 kali surut, pH berkisar antara
6-7 yang berarti pH di perairan tersebut masih normal dan baik untuk
pertumbuhan biota laut, dan pada pengukuran tinggi gelombang di dapatkan hasil
bahwa gelombang terendah terjadi pada
pukul 21.00 dengan ketinggian gelombang 26 cm, dan gelombang tertinggi terjadi
pada pukul 04.00 dengan ketinggian gelombang 165 cm.
5.2
Saran
Dalam pelaksanaan praktikum ini sebaiknya dilakukan
dengan benar-benar serius dalam hal pengukuran dan pengamatan parameter
oseanografi agar mendapatkan data yang akurat.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
2015. http://oseanografi.blogspot.com/2005/07/apa-itu-oseanografi.html (Diakses 04
Juni 2015)
Armos,
N. H. 2013. Studi kesesuaian lahan pantai wisata Boe Desa Mappakalompo
Kecamatan Galesong ditinjau berdasarkan Biogeofisik.Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu kelautan dan
Perikanan. Universitas Hasaniddin. Makassar
Armita, D. 2011. Analisis perbandingan kualitas air
di daerah budidaya rumput laut dengan Daerah tidak ada budidaya rumput laut, di
dusun Malelaya,
desa Punaga, kecamatan Mangerabombang, Kabupaten Takelar. Skripsi.
jurusan perikanan.
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar
Ashuri. 2009. Telemetri arah mata angin dan
kecepatan angin berbasis SMS. Skripsi.
jurusan Fisika.Fakultas Sains dan Tekhnologi. Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang
Darmiati. 2013. Hidrodinamika perairan pantai Bau-Bau
dan transformasi gelombang diatas terumbu karang alami. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan.
FakultasIlmu Kelautan dan Perikanan.
Universitas Hasanuddin. Makassar
Martono. 2009. Karakteristik dan variabilitas
bulanan angin permukaan di perairan semudra Hindia. jurnal. Vol 13. No 2. Bidang pemodelan iklim. Lembaga penerbangan
dan Antartika Nasional. Bandung. Indonesia
Nadia, P. M. Ali., Bespera. 2013. Pengaruh angin
terhadap tinggi gelombang pada struktur bangunan Breakwater di Tapak Paderi Kota Bengkulu. Jurnal. Vol 5. No 1. program studi
tehnik sipil. Fakultas Tekhnik UNIB. Bengkulu
ijin share
BalasHapus